Sunday, January 25, 2009

Imlek, Pengharapan dan Ekonomi China

Selamat Tahun Baru Imlek. Semoga tahun ini membawa keberuntungan bagi kita semua. Seiring dengan liburan Imlek kali ini, saya menyempatkan diri untuk kembali membaca berbagai informasi seputar perkembangan perekonomian China saat ini. China merupakan salah satu tonggak perekonomian dunia dengan kekuatan industri manufaktur dan populasi yang terbesar di dunia. Apa kabar dengan mereka?

Dari berbagai analisis dan artikel yang sempat dibaca selama liburan ini, ada beberapa hal yang patut dijadikan catatan penting untuk melihat potensi pertumbuhan ekonomi regional Asia dan untuk memperkirakan pengaruh kinerja China terhadap ekonomi negara kita.

Catatan pertama adalah pasar saham Shanghai, indeks terburuk di 2008 terjadi di bulan November saat indeks menyentuh level 1700. Pada penutupan perdagangan 23 January lalu, indeks ditutup di 1990. Dibanding pada pembukaan perdagangan di 2009 maka posisi ini telah meningkat hampir 10 persen. Jauh lebih baik dibandingkan dengan Dow yang mengalami penurunan lebih dari 6 persen untuk periode waktu yang sama. Sepintas, data ini membawa harapan bahwa badai terburuk di bursa saham Shanghai telah terlewati dan kini adalah saatnya bursa akan mengalami pemulihan. Tapi tunggu dulu, masih banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasar saham Shanghai akan membaik.

Ini membawa kita kepada catatan kedua yaitu growth rate dari GDP China di Q408. Beberapa hari yang lalu, pemerintah China menyatakan bahwa GDP tumbuh 6.8 persen YoY di Q408. Ini merupakan pertumbuhan terendah selama 7 tahun terakhir. Pernyataan yang sebenarnya misleading, karena bila dihitung berdasarkan pertumbuhan per kwartal maka sebenarnya pertumbuhan di Q408 adalah nol persen (beberapa ekonom menduga dibawah nol persen).

Kekuatan ekonomi China saat ini sangat bertumpu pada pasar ekspor. Resesi di US dan melemahnya perekonomian di tingkat global telah membuat pasar ekspor mengalami kemerosotan secara tajam. Akibatnya sektor manufaktur (yang memberikan kontribusi 40 persen terhadap GDP) dan perdagangan China mengalami pukulan hebat dimana hal tersebut telah berimbas ke sektor lain seperti property. Sebagai akibat ribuan pabrik telah ditutup dan ratusan ribu orang telah kehilangan pekerjaannya sampai dengan akhir 2008. Lalu bagaimana dengan prospek pertumbuhan di 2009?

Ini membawa kita kepada kebijakan strategis China dalam menghadapi situasi krisis.

Catatan ketiga, meningkatkan keunggulan kompetitif produk di pasar ekspor. Satu cara termudah dan paling mungkin dilakukan oleh China adalah dengan melakukan devaluasi (ataupun devaluasi terselubung) terhadap Yuan. Devaluasi akan membuat produk China menjadi lebih murah sehingga dapat lebih bersaing dengan produk lain. Bila ini ditempuh maka akan menciptakan perang dagang di tingkat global.

Timothy Geithner yang merupakan calon US Treasury Secretary mengatakan bahwa China sedang melakukan manipulasi mata uang. Bila ini mencuat dan menjadi pernyataan resmi maka besar kemungkinan China akan mengalami berbagai sanksi (The Omnibus Trade and Competitiveness Act of 1988). Ini akan membuat situasi perdagangan global menjadi semakin pelik.

Catatan keempat, menciptakan pasar domestik dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah dan konsumsi di dalam negeri secara signifikan. Apakah ini mungkin dilakukan oleh negara yang tengah mengalami krisis? China memiliki surplus perdagangan yang tumbuh secara kuat. Ini disebabkan karena barang import merupakan bagian dari transaksi ekspor dan kebutuhan domestik akan barang import tidak dominan (Artikel dari Economist membahas ini secara jelas). Sehingga tidak sulit bagi pemerintah China untuk meningkatkan pengeluaran mereka. Menurut Dong Tao - seorang ekonom Credit Suisse, program stimulus yang akan dilakukan pemerintah China akan menambah 1 hingga 3 persen dari pertumbuhan ekonomi.

Persoalannya bagaimana China dapat merangsang konsumsi internal? Ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat. Mayoritas penduduk China masih berada pada tingkat kemiskinan yang mendasar. Sehingga untuk membuat mereka menjadi bagian dari peningkatan, satu satunya cara adalah dengan memberikan bantuan tunai. Namun demikian, orang China terkenal dengan kemampuan mereka di dalam menabung yang telah menjadi satu karakter bangsa. Sehingga akan sulit untuk memotivasi mereka melakukan peningkatan konsumsi walaupun dana tersebut merupakan hadiah dari pemerintah. Problem berikut yang juga dapat menghambat adalah korupsi yang meraja lela di tingkat birokrasi.

Terakhir, situasi krisis di tingkat global memang sangat mengkhawatirkan. Diatas kertas, China mungkin saja jatuh kedalam krisis yang dalam tapi mungkin pula China dapat mengatasi krisis dengan baik. Krisis telah membawa ketidakpastian menjadi satu hal yang pasti. Apapun cerita yang akan terjadi di pertengahan dan akhir 2009 tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan pasti. Oleh sebab itu pengharapan selalu menjadi bagian dari nafas manusia. Semoga tahun baru Imlek kali ini membawa keberuntungan bagi kita semua. Amien.

2 comments:

Anonymous said...

Artikel yg bagus pak. Saya sedang mengambil studi lanjutan tentang perekonomian China. Saya melihat China sangat siap dan mampu mengatasi krisis keuangan global saat ini. Artikel barunya ditunggu terus pak..

commentator09 said...

Good article!

from my point of view, why not Indonesia?
sudah 11tahun, Indonesia ngga bangkit2. padahal cukup konsumtif tapi sayangnya cukup bergantung impor.
seandainya kebijakan2nya mencontoh China, Indo bakal bangkit cukup cepat.
misal: segala barang yg mau dipasarkan di Indo harus kerjasama produksi di Indo, dsb.

Anyway, great article!