Thursday, October 16, 2008

Karet Gelang, Celengan dan Moral Hazard

Waktu berjalan begitu cepat dan tanpa terasa situasi pasar keuangan global semakin terpuruk. Setengah tahun yang lalu, masih cukup mudah menemukan berbagai argumentasi dan analisis yang memberikan pandangan optimis bahwa pasar keuangan di US maupun di tingkat global akan segera pulih. Masih banyak pendapat ekonom yang kontra terhadap kecenderungan terjadinya resesi. Malam ini baru saya sadari bahwa dari berbagai argumentasi dan analisis yang kredibel dan layak baca dalam beberapa minggu terakhir, hampir semuanya memberikan pandangan yang kurang lebih sama yaitu krisis keuangan global akan segera berubah menjadi resesi global.

Lalu, saya kembali teringat berbagai email yang masuk ke saya dalam seminggu terakhir. Intinya mempertanyakan tulisan saya yang condong bernada pesimis terhadap situasi pasar keuangan global dan Indonesia. Sebenarnya, ada keinginan kuat untuk menulis dan berbagi harapan serta impian bahwa krisis ini akan segera berakhir. Tapi kesulitan yang saya hadapi adalah kenyataan bahwa hampir tidak ada lagi topik yang dapat dipilih untuk hal tersebut. Krisis keuangan global saat ini begitu dasyat dan potensi resesi begitu kuat. Sehingga lebih baik saya berbagi pandangan tersebut , berharap mungkin ada alternatif yang dapat ditempuh untuk mereduksi dampak krisis di republik ini. Setidaknya memberikan informasi untuk persiapan yang lebih baik dalam menghadapi kemungkinan terjadinya krisis keuangan di Indonesia.

Begitu pula tulisan kali ini, menyambung tulisan terdahulu Rekapitalisasi dan Karet Gelang. Disitu saya katakan bahwa pembentukan harga saham saat ini akan sangat sulit dianalisa dengan bersandar melulu kepada technical analysis. Indikator support dan resistance tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Bila kita perhatikan pergerakan harga saham (ataupun indeks) maka pergerakan indeks di berbagai bursa pada Rabu kemarin membuktikan bahwa mayoritas investor tidak lagi memiliki dasar harga yang kuat dan kredibel di dalam menentukan posisi jual dan beli. Harga dapat dengan mudah membumbung tinggi maupun dengan mudah menukik tajam. Dengan kata lain, tanpa adanya dasar keputusan yang kuat di dalam menentukan harga beli maka kecenderungan menjual pada harga yang lebih rendah akan menjadi besar. Kecenderungan kolektif inilah yang menjadi faktor pemicu volatilitas harga saham seakan tanpa batas lagi. Karena memang tidak ada lagi informasi kalkulasi matematis yang dapat dijadikan dasar.

Lalu apa yang harus dilakukan? Saya pribadi memilih untuk menunggu pasar lebih stabil. Tanpa kemampuan mengawasi pergerakan harga di setiap detik selama masa perdagangan maka tidak ada lagi peluang saya untuk mengambil keuntungan ala kulakan pagi jual sore. Sedangkan membeli saham untuk disimpan sementara terlalu berisiko. Terbaik adalah menarik diri sementara waktu dan mengalihkan dana ke instrumen dengan tingkat risiko terkecil alias parkir di tabungan.

Kapan pasar akan stabil? Pasar lokal akan relatif stabil bila pasar regional stabil yang akan bergantung pula pada stabilitas pasar keuangan di US dan Eropa. Sehingga patokan termudah adalah melihat kondisi pasar keuangan di US. Setiap kebijakan dari otoritas keuangan dan pemerintah di US akan sangat berpengaruh terhadap situasi pasar lokal baik di Asia maupun di Eropa.

Bicara soal kebijakan terkini dari otoritas keuangan dan pemerintah US maka kita akan sampai (kembali) kepada bailout plan, cash infusion kepada bank, pembelian saham bank oleh pemerintah dan moral hazard. Dari keempat issue terkait ini maka dalam beberapa minggu ke depan, masalah moral hazard akan menjadi issue yang sangat kritis dan berperan banyak terhadap gejolak pasar keuangan di US (dan berimbas kemana mana). Intinya satu: Bila kebijakan penggunaan dana bantuan adalah hak penuh dari segelintir eksekutif di bank maka jaminan apa yang dapat dipegang publik bahwa dana tersebut akan digunakan untuk menghidupkan kembali pasar kredit yang layak untuk diberi kredit? Di Reuters ada artikel menarik mengenai keinginan institusi keuangan agar pemerintah US membeli bad auto loans. Akankah keinginan tersebut dipenuhi?

No comments: