Monday, July 14, 2008

Kenaikan Harga Batu Bara dan Penderitaan PLN

Ada dua berita menarik di Bisnis Indonesia mengenai batu bara dalam edisi Jumat lalu. Berita mengenai harga batu bara yang terus melonjak dan satu lagi mengenai wacana untuk membuat royalti batu bara di dalam bentuk inkind. Secara pribadi, saya terenyuh melihat kenyataan bahwa kenaikan harga batu bara yang begitu tinggi tidak dapat dinikmati oleh sebagian besar bangsa kita. Bahkan, kenaikan ini justru membuat posisi PLN sebagai pembeli makin disudutkan karena harga beli PLN yang jauh dari layak. PLN semakin sulit mengelola persediaan batu bara untuk PLTU mereka berada dalam posisi aman dalam kurun waktu yang cukup panjang.

Apa yang perlu dilakukan untuk PLN dalam kaitannya sebagai pengguna batu bara?

Satu fakta yang kurang diketahui oleh masyarakat adalah batu bara di Indonesia yang saat ini dieksploitasi berada pada posisi yang sangat mudah untuk di ekstrak. Hampir semua menggunakan metode open-pit mining dengan stripping ratio yang relatif rendah dengan ukuran harga batu bara saat ini. Dahulu bekerja dengan stripping ratio 1:10 saja bisa dianggap tidak layak untuk batu bara kalori sedang bila cadangan yang mineable kurang dari 5 juta metric ton. Namun saat ini berbeda, bahkan stripping ratio yang tergolong tinggipun layak untuk dikerjakan karena harga jual yang tinggi.

Fakta kedua adalah teknologi yang digunakan dalam open pit mining cukup sederhana dan tidak diperlukan suatu persiapan teknologi yang rumit di dalam tahapan produksi.

Perlu dipertanyakan mengapa PLN tidak melakukan investasi di tambang batu bara berkalori rendah untuk menjamin pasokan ke PLTU milik mereka? Aneh bin ajaib karena investasi yang diperlukan relatif rendah, teknologi tergolong sederhana dan PLN membutuhkan batu bara dalam jumlah yang sangat besar setiap tahun. Bila keperluan untuk 2010 diperkirakan adalah 80 juta maka kebutuhan dari 2010-2020 adalah sebesar 800 juta ton, itupun dengan asumsi tidak ada penambahan kapasitas.

Dalam hitungan termudah, dengan tingkat keuntungan produsen batu bara yang melakukan supply ke PLN per metric ton adalah USD 1 (satu dollar saja) maka dari 2010-2020 ada sejumlah USD 8 milyar yang dapat dihemat! Padahal faktanya tidak ada produsen batu bara yang bersedia bekerja dengan tingkat keuntungan hanya USD 1 per metric ton.

Memposisikan PLN sebagai pembeli batu bara tanpa memberikan hak kepada PLN untuk berinvestasi di tambang batu bara (minimal dalam bentuk kepemilikan saham) sama dengan membuat PLN menjadi obyek penderita sepanjang masa. Jalan keluar termudah adalah bukan dengan memberikan royalti kepada pemerintah dalam bentuk inkind tetapi dengan memberikan PLN hak untuk melakukan investasi berupa kepemilikan saham di perusahaan batu bara yang bekerja pada low rank coal atau thermal coal.

Ini dapat diterapkan terlebih dahulu pada mine mouth power plant atau PLTU mulut tambang. Tidak ada yang sulit untuk melakukan hal ini karena ijin pembangunan PLTU mulut tambang akan melibatkan PLN sebagai user. Ini cuma tinggal kemauan pemerintah (baca: penguasa) untuk menyelamatkan nasib PLN di masa yang akan datang.

Alternatif berikut yang dapat ditempuh adalah menyatukan proyek PLTU bukan mulut tambang dengan eksploitasi batu bara di lokasi tertentu. PLTU dapat didanai oleh investor dimana pengembalian investasi diukur dari watt listrik yang dihasilkan. Pada kesempatan yang sama, PLN turut memiliki perusahaan yang melakukan eksploitasi terhadap cadangan batu bara yang digunakan untuk mensupply PLTU tersebut sehingga PLN dapat meningkatkan kepastian supply, mengendalikan harga dan pada akhirnya mendapatkan keuntungan (minimal penghematan secara tidak langsung) dari investasi tersebut.

Coba anda baca berita di detikfinance.com mengenai pernyataan Wapres bahwa tidak akan ada pemadaman lagi di Jawa pada tahun depan. Senang rasanya bila tidak ada pemadaman tapi membayangkan tingginya harga batu bara di pasaran ekspor, saya ragu PLTU tersebut akan terjaga tingkat supplynya. Siapa pula yang mau menjual ke PLN dengan harga rendah bila dapat dijual kepada pembeli lain dengan harga tinggi?. Bila PLN harus menaikkan harga untuk menjaga supplynya maka berapa besar lagi tambahan kerugian yang akan diderita oleh PLN hanya dari tambahan PLTU tersebut.

Mengapa hal yang mudah menjadi demikian sulit di negara ini?

1 comment:

Fajar Indra said...

Emang susah ya pak, saya sendiri nggak tahu detil persoalannya kenapa PLN sebelumnya tidak berinvestasi di batubara. Apakah hal itu yang membuat PLN kekurangan supply sehingga menganggap penggunaan masyarakat yang terlalu boros?

Tapi barusan saya baca begini, "PT PLN (persero) berencana membentuk sebuah anak perusahaan yang akan menangani pasokan batubara untuk pembangkit-pembangkitnya. Namun anak usahanya ini hanya bersifat investment portofolio." dari plinplan.com. bagi saya, sudah ada ide menuju kearah sana kok...

^_^