Monday, May 12, 2008

Harga Minyak Siapa Yang Mengatur?

Waktu berjalan sangat cepat, tidak terasa 9 hari berlalu begitu saja tanpa ada satu artikel yang dapat saya tulis. Memang kesibukan sangat menyita waktu ditambah energy yang terkuras untuk mengarungi jalan2 utama di Jakarta sehingga tidak ada lagi waktu dan energy yang tersisa untuk menulis. Setelah cukup istirahat selama akhir pekan maka saya kembali bertenaga untuk sekedar berbagi tulisan. Berbeda dengan tulisan2 sebelumnya, tulisan kali ini aslinya merupakan tumpahan kekesalan saya terhadap kenaikan harga minyak dunia yang sudah diluar batas kewajaran dan telah menciptakan kerugian besar bagi masyarakat dunia pengguna minyak.

Jika diteliti ulang maka sumber permasalahan dari liarnya kenaikan harga minyak saat ini terjadi akibat perubahan pola pembentukan harga minyak di tingkat global. Awalnya pembentukan harga minyak berbasis murni pada supply dan demand atau berdasarkan pola tradisional. Seiring dengan waktu, kemajuan teknologi dan perkembangan di pasar keuangan maka terjadi pergeseran dimana kesepakatan harga terbentuk melalui transaksi di bursa komoditi. Harga tidak lagi ditentukan semata2 oleh besarnya penawaran dan permintaan tetapi juga telah dipengaruhi oleh berbagai faktor2 di pasar keuangan.

Dahulu yang memiliki kontrol terhadap pembentukan harga minyak adalah OPEC, namun saat ini kontrol tersebut telah beralih ke Wall Street. Peran the ICE Futures di London dan Nymex di New York menjadi dominan di dalam pembentukan harga benchmark minyak khususnya kontrak futures dari crude oil West Texas Intermediate (WTI) grade dan North Sea Brent (Brent) grade. Bursa ketiga yang turut berperan adalah the Dubai Mercantile Exchange (DME) yang sebenarnya merupakan kepanjangan tangan dari Nymex. (Catatan: Brent merupakan konsumsi pasar di Eropa dan juga Asia sedangkan WTI merupakan konsumsi US).

Sepintas perubahan pola ini tidak memiliki dampak negative kepada mekanisme pembentukan harga. Tapi faktanya perubahan pola tersebutlah yang telah memicu harga minyak bergerak liar dalam beberapa tahun terakhir. Mengapa?

Ini terkait dengan regulasi di bursa komoditi. Di dalam bursa tersebut hanya ada regulasi yang mengatur mekanisme kontrak perdagangan. Tapi perlu diketahui bahwa tidak ada regulasi yang mengatur laju kenaikan dan penurunan harga minyak tersebut alias tanpa aturan main. Bila dulu OPEC mampu mengendalikan tingkat harga melalui kebijakan produksi maka kini kendali tersebut tidak lagi dominan. Kendali harga saat ini lebih dipengaruhi pada kekuatan tarik menarik harga di bursa. Siapa kuat dialah yang menang. Tidak ada satu lembagapun yang mengatur tarik menarik harga tersebut. Bursa hanya bertanggung jawab terhadap aturan main perdagangan sekedar memastikan penjual mendapatkan uang dan pembeli mendapatkan barang yang dibeli.

Sebenarnya hal tersebut tidak akan menjadi persoalan bila bursa tersebut dikuasai oleh kekuatan retail atau dipengaruhi oleh banyak pihak. Namun kenyataannya, hanya ada empat pemain utama yang notabene mampu mengontrol harga minyak di bursa2 tersebut yaitu Goldman Sachs, Morgan Stanley, Citigroup dan JP Morgan Chase. Tingginya harga minyak saat ini tidak lepas dari spekulasi yang dilakukan oleh keempat institusi tersebut yang telah mendorong berbagai pihak seperti produsen, pemilik kilang refinery dan strorage untuk turut memanfaatkan situasi tersebut.

Beberapa bulan yang lalu banyak yang beranggapan bahwa kenaikan harga minyak terjadi seiring depresiasi USD terhadap Yen dan Euro. Namun kenyataannya setelah USD mengalami perbaikan nilai tukar, harga minyak kembali melambung bahkan lebih tinggi dari sebelumnya. Sehingga ini tidak sekedar upaya offset akibat penurunan nilai USD tapi benar2 merupakan kegiatan spekulasi dari para pemain utama yang terencana dengan baik.

Di sisi supply, memang betul terdapat berbagai persoalan yang dihadapi oleh produsen minyak seperti di Nigeria dan Venezuela. Tapi persoalan yang terjadi pada produsen minyak bukan suatu yang baru dan selalu terjadi di sepanjang masa. Sehingga concern bahwa akan terjadi kekurangan supply bukanlah hal yang krusial terlebih dengan tingkat permintaan yang cenderung stagnan. Itu sebabnya OPEC tidak merasa perlu untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka. Indikasi lain juga terlihat dari besarnya persediaan crude oil di US yang merupakan tertinggi dalam delapan tahun terakhir yang menandakan adanya upaya penimbunan minyak.

Persoalan harga minyak memang sangat rumit dan mungkin kenaikan harga minyak tidak akan berakhir dalam waktu singkat. Hanya saja yang jadi pertanyaan, apakah ketamakan manusia sudah tanpa batas? Apakah wajar kekayaan alam yang langka, terbatas dan merupakan karunia Tuhan untuk seluruh umat manusia diatur oleh segelintir penguasa keuangan dunia? Teringat judul buku "Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai" mungkin itulah yang akan terjadi saat spekulasi mereka berakhir di jalan buntu.

5 comments:

Unknown said...

Komentar saya sedikit saja: anda kan ahli investasi, yang sekilas pastinya sangat banyak belajar mengenai hukum pasar.

Nah kalau dari kasus ini, apakah kesimpulannya jadi: pasar tidak efisien. Atau bahkan, pasar telah gagal?

Lantas, pergi kemana kah sang "invisible hands"?

BR,

-=Berly=-

Socrates Rudy Sirait, PhD said...

Pak Berly, thanks atas comment anda.
Saya tidak mengambil kesimpulan bahwa pasar menjadi tidak efisien ataupun gagal. Saya hanya menyoroti bahwa tindakan speculative yang (aslinya) merupakan initiative dari beberapa investment bank telah menciptakan oil bubble.

Memang terdapat pro dan kontra terhadap pendapat oil bubble. Paul Krugman tetap berpendapat bahwa unsur speculative tidak dominan dalam pembentukan harga minyak saat ini. Namun beberapa economists lain memiliki pandangan yang berbeda dgn mengatakan bahwa oil bubble terjadi akibat tindakan speculative yang berlebihan.

Saya sependapat dengan korelasi oil bubble dan speculative attack. Tindakan spekulasi dapat dibenarkan secara logika (dagang) tapi bila akhirnya merugikan banyak pihak maka perlu adanya regulasi yang dapat membatasi penyalah gunaan system. Speculative attack sendiri bersifat temporer yang umumnya menimbulkan distorsi sementara pada output yang dihasilkan dari pasar tersebut (yang menurut saya berbeda arti dengan pengertian tidak efisien). Sama dengan saham gorengan, tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sistem di BEI tapi menghasilkan harga saham yang semu atau bias.

Salam

NB: Pro dan kontra oil bubble dan speculative attack dapat anda telusuri dari blog Paul Krugman dan bbrp link yg terdapat di artikel tsb.

Unknown said...

Hmmm.. saya kok kurang sepakat soal "distorsi sementara", karena setahu saya NYMEX itu sudah mendistorsi harga selama beberapa tahun belakangan ini, tidak baru2 saja khan?

Harga minyak sekarang jelas bukan cerminan demand-supply yang sesungguhnya. Dan kalau hukum demand-supply tidak berlaku, maka IMHO pasar sudah tidak efisien.

Perlu diregulasi? Yg saya tangkap dari tulisan2 bapak, campur tangan regulator ga disukai sama sekali, karena lebih mengandalkan si "invisible hands". Jadi agak rancu nih message-nya, Pak.

Unknown said...

kalau boleh komentar soal efisiensi pasar... salah satu asumsi efficient market hypothesis adalah kekuatan masing-masing investor itu sama, jadi investor itu tersebar kecil-kecil. sekarang kenyataannya kekuatan investor terpusat di beberapa investor besar. jadi saat ini pasar tidak efisien. pasar akan bergerak ke arah yang lebih efisien jika investor2 kecil ini juga membentuk atau masuk ke grup2 untuk memperkuat skala ekonomi. jadi mungkin di masa yang akan datang investor akan bertransaksi dengan basis grup /kelompok.
maaf klo salah, saya masih newbie.

Socrates Rudy Sirait, PhD said...

Wah kliatannya kita masuk dalam area yg memang sering jadi perdebatan di dalam pembahasan beberapa hal seperti hukum pasar, mekanisme harga minyak dan teori EMH dalam pasar modern.

Menurut saya Nymex hanyalah wadah untuk bertransaksi, spt halnya pasar secara umum. Tidak lebih tidak kurang. Jadi tidak tepat bila dikatakan Nymex mampu mendistorsi harga. (Contoh padanan pasar: Pasar Rumput, Pasar Baru, Pasar Bringharjo, Pasar Blok M dan pasar2 lainnya)

Pelaku pasar di Nymex, baik secara sepihak maupun bersama-sama dapat mendistorsi harga. (Contoh yang serupa: penjual dan tengkulak minyak tanah yg membuat harga minyak tanah menjadi meningkat di pasar Muntilan)

Dlm tulisan awal, saya mengatakan bahwa pelaku pasar dlm hal ini 4 investment bank dimaksud dengan sengaja telah membawa harga menjadi naik shg tercipta oil bubble (yang juga masih diperdebatkan oleh banyak pihak).

Saya mengangkat issue kerakusan dan moral dari pelaku pasar minyak di Nymex. (Ini sepadan dengan pengertian kerakusan dan moral dari tengkulak minyak tanah di pasar Muntilan)

Soal regulasi, saya rasa wajar. Regulasi tidak harus mengatur/membatasi secara langsung naik turun harga minyak. Contoh: dengan menerapkan batas maksimum pembelian contract yg dpt dilakukan oleh satu pihak di Nymex pd kurun waktu tertentu.

Mengenai EMH, setahu saya teori tersebut masih penuh pro dan kontra. Bila teori EMH benar maka pasar saham tidak akan pernah menarik. Teori ini juga mengabaikan perbedaan kapasitas pengambilan risiko dan perbedaan pemahaman informasi sbg dasar decision making yg terdapat pd setiap pelaku pasar.

(Mengenai contoh, saya hanya mencoba membuat suatu padanan yang paling awam dgn harapan dapat mudah dimengerti bagi pembaca lain yang awam mengenai minyak maupun keuangan)

Salam