Thursday, January 24, 2008

The Killing Drug - Bernanke 75 Point

Jam 2:48 waktu Tokyo dan saya masih terpana memandang grafik indeks pasar saham di US yang sedang bergerak liar menuju tempat yang lebih rendah dan lebih rendah lagi. Saat ini Dow sudah jatuh dibawah 280 point sementara Nasdaq turun lebih dari 60 point. Mungkin nanti bergerak naik lagi tapi mungkin makin jatuh, tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi di depan. Tapi yang jelas pasar Eropa tadi sore juga terpuruk jatuh setelah ECB tidak berminat mengikuti jejak the Fed.

Senin malam lalu, the Fed mengeluarkan keputusan untuk memotong suku bunga overnight sebesar 75 point menjadi 3.5 dengan harapan bisa membuat pasar keuangan di US membaik. Kenyataannya pasar saham di US tidak sembuh dan cenderung tambah parah setidaknya itulah yang tergambar di monitor saya malam ini.

Teringat pernyataan seorang chief market strategist sebuah lembaga finansial di US yang mengatakan "The Fed did something dramatic that was partially anticipated. However, the big picture is that we're either in or headed to a recession" - rasanya apa yang disampaikan tidak berlebihan bahkan tepat sekali. Apalagi Apple dan Motorola juga mengalami penurunan drastis per quarter ke-4 2007. Tidak salah lagi, consumer spending di US sudah jatuh terkulai.

Kalo ditelaah lebih jauh, keputusan Bernanke untuk mengulurkan hutang lebih murah kepada bank, tidak ada bedanya dengan memberikan drug atau narkotik kepada pasar. Bank yang tengah dilanda banyak problematika terutama akibat subprime loan dibujuk rayu untuk meminjam dana lagi. Bank yang likuid dan sehat tidak perlu bantuan dalam bentuk hutang. Bank yang sedang limbung - bagaimana mereka mampu bayar?

Persoalan berikut, bank harus menyalurkan kredit kembali untuk menciptakan turnover yang baru, kepada siapa? Berapa besar konsumen yang mau dan mampu untuk mengambil kredit baru? Yang mampu, mungkin akan menggunakan kesempatan ini untuk spekulasi di pasar yang telah mengalami penurunan harga. Sedang atau menjelang resesi, hutang baru hanya akan memperdalam jurang yang telah lebar menganga. Tidak akan membawa manfaat.

Sisanya tinggal kita lihat perkembangan dari stimulus plan sebesar USD 145 billion yang dibawa Bush dengan gegap gempita - yang katanya ditujukan untuk memperbaiki situasi ekonomi US. Namun sebagai catatan, stimulus plan dimaksud hanyalah one time tax rebate yang bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Tapi seberapa besar multiplier effect yang bisa dihasilkan? Lagi pula sampai sekarang belum ada rencana detail dari stimulus plan ini. Tentunya masih butuh waktu, tapi kapan?

Kalo solusi hutang tidak disambut pasar, pengurangan pajak sesaat belum jelas, korporasi sibuk pengumuman soal kinerja yang buruk, kerugian dan penghapusan asset - apakah logis kalau pasar di US bisa pulih dalam kuartal pertama 2008?

No comments: