Sunday, January 18, 2009

Menggapai Harapan - Obama Momentum

Salah satu faktor utama yang diharapkan akan mengangkat moral dan semangat pelaku pasar keuangan di tingkat global pada saat ini adalah Obama momentum. Bahkan sebenarnya inilah satu satunya faktor yang tersisa yang menjadi tumpuan untuk mengangkat gairah pasar keuangan dunia. Saya pribadi percaya bahwa Obama momentum akan membawa kenaikan indeks di bursa saham, menghidupkan kembali volatilitas tinggi dan pada akhirnya akan meredup seiring berlalunya waktu.

Mengapa meredup? Sama seperti anda, maka pertanyaan ini terlintas di dalam pemikiran saya. Awalnya saya berharap bahwa dana injeksi akan mentransformasikan momentum ini menjadi penguatan ekonomi dan pasar keuangan secara riil. Namun, komparasi berdasarkan sejarah, fakta terkini dan prospek yang terlihat mengatakan sebaliknya. Momentum ini hanyalah masa jeda dan penahan kejatuhan yang bersifat temporer. Berapa lama Obama momentum akan bertahan? Dugaan saya adalah akhir Maret 2009 sampai dengan April 2009 disaat laporan keuangan Q408/H208 akan menjadi sorotan dari seluruh pelaku pasar keuangan.

Paket stimulus senilai ratusan milyar US dollar harus menjadi solusi penuh bagi krisis keuangan dan ekonomi di US. Bila tidak, maka paket ini hanya akan menjadi bagian dari krisis tersebut alias tidak akan menghasilkan apapun. Sejarah membuktikan bahwa bailout terhadap lembaga keuangan maupun perusahaan strategis tidak mampu mengembalikan kinerja industri tersebut ke titik sebelum krisis dalam waktu singkat. Bahkan terkadang membutuhkan 10 tahun untuk kembali tumbuh pesat.

Contoh terdekat, saat krisis 1998 terjadi di Indonesia - perbankan diinjeksi melalui bantuan likuiditas, kemudian dilakukan proses merger antar bank. Beberapa bank kemudian melakukan IPO sebagai salah satu cara pengembalian dana pemerintah dan peningkatan nilai asset. Bila harga saham dijadikan titik tolak keberhasilan kinerja maka 2006-2007 adalah tonggak keberhasilan tersebut.

Di Jepang, setelah krisis di 1980, perbankan mengalami hal yang sama dengan di Indonesia, proses merger dilakukan secara berulang. Sehingga di awal 2000, jumlah bank di Jepang mengalami penurunan yang sangat drastis dibanding periode 1980. Pemerintah Jepang melakukan suntikan secara intense kepada sektor infrastruktur selama lebih dari sepuluh tahun untuk memperbaiki perekonomian Jepang. Namun faktanya Jepang mengalami deflasi dan pertumbuhan ekonomi yang nyaris tidak ada selama sepuluh tahun.

Kembali lagi mengenai fakta dan potensi krisis berkepanjangan global, berdasarkan data yang diangkat oleh seorang ekonom dari University of Michigan maka apa yang telah terjadi di 2008 masih merupakan awal dari krisis bila dibanding dengan situasi di awal 1980-81. Beliau menggunakan prime rate, inflation, jobless rate dan 30 year mortgage sebagai pembanding. Prime rate 80:20.5% 08:4%, Inflation 80:14.8% 08:0%, Unemployment 82:10.8%, 06:6.5% dan 30 year mortgage 81:18.5% 09:6.04%. Satu lagi, kejatuhan property di US belum selesai. Foreclosure akan terus terjadi dan mungkin saja puncaknya justru terjadi di pertengahan atau akhir 2009.

Dalam konteks lain, prediksi mengenai ekonomi China yang mengalami penurunan pertumbuhan secara drastis, perekonomian UK, Jerman dan Jepang yang berada dalam tahap awal resesi merupakan sanggahan kuat terhadap argumentasi bahwa perekonomian US tidak akan bergerak ke bawah. Tinggal seberapa jauh penurunan tersebut akan terjadi dan kapan akan bergerak membaik kembali.

Dana stimulus yang merupakan cetakan baru pada akhirnya akan sulit diserap oleh pasar keuangan dunia. Sehingga dana tersebut akan secara gradual membawa obligasi pemerintah US pada tingkat yield yang terendah - "virtually nothing". Bila ini terjadi maka akan terjadi suku bunga tinggi yang akan merubah deflasi secara cepat menjadi inflasi tinggi dimana ekonomi mengalami stagnasi. Bila bukan US yang memulai maka contagion effect dari EU, China, Jepang, Korea atau belahan dunia lainnya akan menghampiri US. Potensi ini ada dan walaupun kecil tapi tetap mungkin terjadi karena sejarah telah membuktikan fakta tersebut pernah terjadi.

Obama pernah mengatakan bahwa dia akan menciptakan lapangan pekerjaan dengan menggelontorkan dana ke berbagai sektor industri. Saya berharap bahwa pola pendekatan yang dilakukan adalah tidak berorientasi kepada terciptanya lapangan kerja. Investasi tetap harus dilakukan secara matang dimana penciptaan lapangan kerja merupakan immediate positive impact. Bukan sebaliknya, seperti yang pernah terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Asal proyek, terjadi penyerapan tenaga kerja dimana investasi tidak menghasilkan, gagal dan terjadi rasionalisasi tenaga kerja.

Terlepas dari segala argumentasi di atas, saya tetap mengagumi Obama sebagai seorang pemimpin dunia. Tulisan ini merupakan bentuk sokongan moral saya terhadap Obama dimana sayapun berharap agar Obama momentum akan menjadi awal kebangkitan ekonomi global dan membuat usang semua argumentasi di atas.

Selamat Obama! Semoga sukses.
Selamat menikmati Obama momentum.

No comments: