Wednesday, February 18, 2009

Worst Than Nothing atau Better Than Nothing?

Sebuah berita menyatakan bahwa Obama telah menandatangani paket stimulus sebesar USD 789.5 billion. Tidak ada reaksi pasar yang berlebihan terhadap moment tersebut. Semua telah difaktor dan telah diantisipasi oleh pasar. Apa yang tampak saat ini adalah fakta bahwa pasar saham di US terus mengalami penurunan. Kecemasan, kekhawatiran dan ketidak pedulian menjadi bagian dominan dari perayaan legalisasi paket stimulus tersebut. Tentu saja banyak juga pihak yang tidak hentinya berharap bahwa paket tersebut akan mengubah krisis ekonomi dan penderitaan di US menjadi pulih dan sehat kembali.

Tanpa bermaksud merendahkan kapasitas para pemikir di US yang legendaris, hebat dan populer - saya termasuk yang tidak percaya bahwa paket stimulus ini akan memberikan hasil terbaik bagi perekonomian US. Dalam pandangan saya, stimulus ini terlalu mahal dan berfungsi lebih sebagai penahan rasa sakit daripada mengobati penyakit itu sendiri. Bahkan mungkin lebih buruk dibanding dengan opsi tidak memberikan stimulus apapun.

Apa bedanya antara USD 789.5 billion yang akan dibagi dalam 10 tahun dengan paket Economic Stimulus 2008 senilai USD 152 billion? Secara teknis memang berbeda tapi esensinya sama yaitu memberikan bantuan "likuiditas" dengan tujuan meningkatkan kemampuan beli masyarakat.

Di 2008, terjadi penurunan harga minyak secara drastis sehingga sebenarnya pada saat yang sama terdapat dua paket stimulus penggerak daya beli secara bersamaan. Suatu anugerah yang luar biasa. Namun apa hasilnya? Ekonomi US justru terus menukik bahkan menuju titik terendah di Q408. Mengapa hasilnya justru berlawanan arah? Bukankah ini dapat diartikan sia sia, tidak membawa manfaat apapun.

Lalu dengan fakta tersebut, apakah kita layak untuk secara rasional mengatakan paket USD 789.5 billion (yang akan dibagi sampai dengan 2019) adalah lain? Dasarnya apa? Apa karena dulu presidennya Bush yang dihujat sedunia dan saat ini adalah Obama yang dipuja sedunia? Sekali lagi, seperti pernah saya katakan dalam postingan terdahulu, saya mengagumi kepiawaian Obama dalam berpolitik dan kemampuannya sebagai pemimpin. Tapi, saya ragu akan kemampuan dia untuk mengobati masalah tanpa berpijak pada esensi krisis yang ada.

Esensi krisis kali ini adalah keserakahan, kebejatan moral dan kebohongan terstruktur. Sistem yang luar biasa indah dan mengagumkan telah dirusak dan dihancurkan oleh sekelompok manusia pintar yang mengalami kerusakan moral. Seperti perkataan John Perkins "When men and women are rewarded for greed, greed becomes a corrupting motivator" Inilah yang menjadi segala sumber dari krisis kali ini.

Lahirnya Sarbanes Oxley 2002 (seperti pernah saya singgung dalam tulisan terdahulu) yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan. Tujuh tahun berlalu dan yang kita dapat adalah berbagai laporan keuangan perusahaan berskala global dengan hiasan kerugian yang sangat signifikan. Enron Scandal dulu begitu heboh. Namun sekarang banyak yang lebih parah dan tidak lagi menghebohkan karena sudah menjadi suatu yang wajar. Coba kita teliti lagi mana yang tidak berfungsi dengan benar, Sarbanes Oxley atau manusia penghasil laporan keuangan tersebut?

Ada lagi "structured products" yang lahir dari kepiawaian membungkus dan menggulung surat hutang dengan surat hutang dengan surat hutang komplit dengan rating kelas atas dari rating agency kelas dunia. Saat ini sebagian besar surat hutang tersebut telah menjelma menjadi kertas seharga nol plus nol. Hebatnya kertas tersebut dapat digadaikan kepada otoritas keuangan tertinggi di US. Bagaimana mungkin sebuah otoritas keuangan menerima kertas seharga nol plus nol sebagai jaminan? Membayangkan proses berbagai meeting untuk mengambil keputusan tersebut saja rasanya bikin perut mual.

Kemudian berbagai korporasi dan institusi keuangan skala global yang siap untuk bangkrut malahan ditolong dengan berbagai cara untuk tetap hidup. Siapakah yang paling menikmati pertolongan tersebut apakah rakyat atau segelintir pemegang saham, kreditur dan executives dari perusahaan tersebut? Sekarang, yang menjadi bahan cerita paling menggelikan adalah wacana nasionalisasi bank. Apa? Nasionalisasi bank? Bukankah leluhur filosofi free market berasal dari "Tanah Impian"? Bagaimana mungkin nasionalisasi bank dapat terjadi? Mungkin bila penyebab adalah natural disaster, dapat diterima dengan lapang dada tapi ini adalah karena bank tersebut insolvent akibat ulah mereka sendiri. Free Market? Free but not that free? Free with some limitations? Free with exception?

Kembali ke paket stimulus terbaru, apa yang harus dilakukan supaya berhasil? Atau pertanyaan diganti menjadi, siapa yang mampu melawan sistem supaya berhasil? Atau pertanyaan diganti menjadi, berapa USD trillion dibutuhkan supaya berhasil?

Tidak ada seorangpun yang mampu menjawab dan menjamin keberhasilan paket stimulus tersebut. Selama keserakahan, kebejatan moral dan kebohongan terstruktur melekat erat dalam satu sistem maka selama itu pula kesia siaan akan terjadi.

2 comments:

seekeroftruth said...

mas rudy,sumpah aq penggemar berat artikel2my, mas boleh tau pendapat mas mengenai free market with limitation, limitation di sini maksudnya dalam hal apa saja?

terima kasih

Socrates Rudy Sirait, PhD said...

terima kasih..
konsep free market pd dasarnya tidak mengenal pembatasan, tp pd prakteknya banyak dilakukan pembatasan yg sering kali bertolak belakang dgn semangat free market itu sendiri