Setelah sekian lama akhirnya kata kata moral hazard muncul lagi menghiasi berita dan ulasan ekonomi di berbagai media. Sewaktu krisis keuangan menerpa Asia di tahun 1997/98, moral hazard dijadikan satu faktor kunci kejatuhan ekonomi Asia. Kemudian berikutnya istilah corporate governance menjadi penting sebagai cara untuk mencegah terjadinya moral hazard di lingkungan korporasi. Issue mengenai moral hazard juga seakan menjadi pemisah antara kehebatan korporasi kelas dunia dan rentannya korporasi di Asia. Dulu, saya mencoba menerima fakta ini dengan mengatakan bahwa ekonomi Asia masih muda dan perlu waktu untuk menjadi ekonomi kuat dengan integritas yang tinggi.
Tapi perjalanan kasus bailout Bear Stearns (NYSE: BSC) membuat pandangan saya mengenai moral hazard berubah total. Moral hazard dapat terjadi dimana saja tanpa memandang seberapa kuat dan maju suatu perusahaan maupun suatu negara. Selama ada upaya menggunakan kekuasaan secara berlebihan maka kemungkinan terjadinya keputusan yang controversial menjadi besar.
Dalam artikel terdahulu mengenai quick DD, saya menyoroti kemungkinan terjadinya valuasi harga yang tidak akurat dan tidak fair. Ternyata benar, dalam waktu kurang dari 2 minggu penawaran harga berubah drastic dari dua dollar menjadi sepuluh dollar dengan skema yang berbeda. Ini bukan saja soal harga yang terlalu rendah kemudian dapat dikoreksi (agar lebih fair) ke harga yang lebih tinggi. Tapi, ini menyangkut soal kepercayaan pasar terhadap keputusan the Fed, kredibilitas dan kapasitas JP Morgan selaku institusi keuangan besar.
JP Morgan akan bertanggung jawab atas first USD 1 billion potential loss dari penjualan asset BSC dan sisanya sebesar USD 29 billion menjadi tanggung jawab the Fed. Seharusnya risiko terbesar ditanggung oleh JP Morgan, kemudian pemegang obligasi baru kemudian otoritas keuangan (sebagai wakil dari pembayar pajak atau public). Mengapa sebaliknya? Ini bukan saja persoalan moral hazard tapi juga mencerminkan crony capitalism dan power abuse yang dilakukan oleh otoritas keuangan di US.
Saya melihat bahwa perkembangan terakhir dari kasus BSC mencerminkan adanya gap yang besar antara apresiasi pasar terhadap harga saham BSC, harga valuasi BSC oleh JP Morgan (dan the Fed) serta nilai sebenarnya dari saham BSC. Saham ini hanya akan menjadi tempat untuk mencari keuntungan jangka pendek memanfaatkan berita bagus dan segera keluar saat kondisi pasar melemah.
Perubahan ini juga memberikan indikasi bahwa harga dan skema bailout BSC akan mengalami perubahan lagi dalam waktu dekat seiring dengan reaksi pasar terhadap keputusan tersebut. Bila terjadi perubahan lagi, maka kepercayaan pasar akan semakin terkikis, kredibilitas the Fed makin dipertanyakan. Pasar keuangan US akan semakin kritis.
Ini mungkin saatnya ekonom-ekonom hebat di negeri paman Sam yang satu dasawarsa lalu memberikan label moral hazard dan crony capitalism ke negara di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, untuk kembali menulis hal yang sama dan mengatakan bahwa, ‘kami keliru, ternyata moral hazard dan crony capitalism bukan cuma milik anda, tapi milik kita bersama’.
Wednesday, March 26, 2008
Bear Stearns 2$ atau 10$ - The Art of Moral Hazard and Crony Capitalism
Labels:
Bahasa,
Bear Stearns,
Crony Capitalism,
Due Diligence,
Financial Crisis,
Moral Hazard,
Saham
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment