Monday, March 23, 2009

Kompromi Diatas Dinding Pemisah - Double or Nothing?

Tujuh tahun yang lalu, ketika professor saya melakukan riset di London School of Economics maka saya mendapatkan professor pengganti yang membuat saya harus mengikuti seminar dari professor tersebut selama setahun. Kesempatan tersebut membawa saya mengenal sekilas mengenai Glass-Steagal Act yang menjadi bahan riset seorang kandidat di bawah professor tersebut. Mungkin karena tidak memiliki keterikatan dan ketertarikan dengan sejarah US maka hal tersebut tidak pernah menarik perhatian saya.

Sekian hari yang lalu, dalam satu artikel yang luar biasa menarik, kembali saya menemukan Glass-Steagal Act. Kali ini dalam satu hujatan dari Mundell yang ditujukan kepada Clinton, dengan mengatakan bahwa salah satu faktor utama penyebab krisis adalah adanya pencabutan Glass-Steagal Act di tahun 1999 yang ditanda tangani oleh Bill Clinton. Diyakini bahwa kejadian pencabutan Glass-Steagal Act telah mendorong kenaikan mortgage lending dari sebelumnya hanya sebesar 5% menjadi sekitar 30% di tahun 2008. Pencabutan ini juga yang turut menaikkan pamor dari penggunaan Structured Investment Vehicles (SIV) yang pertama kali diinisiasi oleh kalangan Citigroup di 1988.

Tapi saya tidak bermaksud membahas Glass-Steagal Act maupun pernyataan Mundell. Intro ini saya perlukan untuk memperlihatkan bahwa di dalam situasi krisis saat ini, disadari atau tidak, disengaja atau tidak, dinding pembatas antara kalangan pembuat kebijakan atau pemerintah dan praktisi pasar semakin tebal dan tinggi. Sebagian akademisi berpihak kepada pemerintah dan sebagian lagi berpihak kepada praktisi pasar.

Fakta yang menguatkan juga terlihat dari debat di Intelligence Squared U.S. yang disponsori oleh The Rosenkranz Foundation dengan hasil menyalahkan pemerintah lebih dari Wall Street dalam financial crisis kali ini. Sama halnya dengan kasus nasionalisasi bank dan bonus para eksekutif AIG yang terus menjadi perdebatan pro dan kontra. Semuanya akan menebalkan dan meninggikan dinding pemisah tersebut.

Uniknya, dari berbagai argumentasi dan pernyataan yang mengumandangkan lagu kambing hitam ini tak satupun yang mengungkit secara tegas bahwa moral hazard dan keserakahan merupakan biang kerok dari petaka ini. Mungkin, mereka juga malu melihat kenyataan bahwa sering kali kebijakan pemerintah dipengaruhi dengan berbagai cara oleh praktisi pasar sehingga menghasilkan keputusan sesaat yang menguntungkan pihak tertentu di kedua pihak.

Sehingga yang selalu muncul kepermukaan adalah kompromi kepentingan yang tentu saja sarat dengan moral hazard (dan keserakahan). Lihat saja ketika di awal 2008, muncul proposal TARP, kemudian diikuti dengan TARP versi modifikasi, kemudian TARP yang telah berubah total dan saat Obama memerintah, lahirlah TARP versi Geithner. Semua sama, dalam hal menggunakan dana rakyat untuk membailout segelintir institusi. Bedanya, besaran dana yang digunakan makin lama makin menggunung, menggila dan mengerikan.

Patut menjadi pertanyaan kita adalah: berapa puncak dari jumlah dana yang diperlukan US dalam keseluruhan stimulus dan pemulihan krisis ini? Jika dalam satu tahun angka stimulus USD puluhan milyar telah membengkak menjadi USD satu, dua dan tiga trillion, maka bukan tidak mungkin bila semuanya akan mencapai mendekati USD 5 trillion dalam setahun ke depan. Pada saat itu, tidak terbayangkan bentukan krisis yang akan terjadi di tingkat global.

Kemana perekonomian global akan melangkah? Kapankah krisis ini akan berakhir?

2 comments:

Bangun said...

http://www.frontlinethoughts.com/pdf/mwo032109.pdf
worth reading, a creative solution to the housing and credit crisis

Socrates Rudy Sirait, PhD said...

Thanks for the link...